Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2022

Bapak

 Setahun sudah bapak kapundut, 3 hari setelah ulang tahunku. Bapak ...meski bapak tidak membaca tulisanku ini, tapi saya yakin bapak selalu menyambangi kami. Setiap kali memungut ingatan tentang bapak, satu yang lekat dengan beliau adalah bapak yang sabar, bapak yang tidak pernah marah, bapak yang lembut hatinya.  Setiap sore mengantar anak perempuanmu ngaji, mengendarai motor pelan sekali. Pulang ngaji Bapak hampir selalu mampir di warung burjo, makan berdua lalu melanjutkan perjalanan pulang kembali. Bapak yang selalu rajin mengupaskan rambutan buat anaknya, bapak yang tak banyak bicara. Bapak yang penyayang, yang hatinya jembar. Saya masih ingat setiap pagi selalu berbagi kopi hitam dengan bapak, lebih tepatnya saya ngrusuhi kopinya bapak. Kopi hitam yang jadi bekal kekuatan bapak untuk menjemput rezeki buat keluarganya. Hampir tiap hari beliau habiskan dari pintu rumah satu ke rumah yang lain, tanpa banya mengeluh apalagi pada kami anaknya.  Bapak, pastinya setiap tetes

Benarkah puisi lahir dari patah hati

Menulis puisi memang tak semudah menulis prosa / karangan bebas. Butuh diksi yang indah, ide yang muncul pun hasil dari melihatt keindahan  dan penafsiran punbeda beda, antar pembaca dan si pembuat puisi punya interprestasi beda. Semakin sulit dipahami, apakah semakin bagus puisinya? Entahlah, tapi buatku setiap tulisan punya pembacanya sendiri.  Orang yang pandai menulis puisi atau bisa disebut sastrawan mampu memaksimalkan panca indranya. Melihat keindahan langit tatkala bulan undur diri digantikan dengan matahari yang sepanjang hari membantu manusia berkejaran dengan waktu mengejar impian - impiannya.  Menyesap nikmatnya kopi sembari mendengar riuh kicau burung yang gembira menyambut mentari, menclok dari satu ranting ke ranting yang lain, demi mencari satu dua serangga lalu menari , bertasbih, begitu seterusnya sampai senja lalu kembali ke sarangnya. Puisi lahir dari kerinduan yang mendalam, padahal adanya rindu karena cinta. Jadi, puisi lahir dari seorang pencinta, seorang pencint

Refleksi 16 Tahun Pernikahan

 Beberapa hari yang lalu usia pernikahan kami tepat di angka 16 tahun. Rasanya? Ya pasti alhamdulillah tsumma  alhamdulillah, di usia yang tidak bisa digolongkan pasangan junior  tetap bahagia tetap sama rasanya. Masih romantis dengan versi kami. Romantis tanpa bunga ataupun dinner  resto bintang lima. Bagi kami duduk bareng berjam jam mendengarkan satu sama lain bercerita, banyakan dia daripada saya itu adalah romantisme. Romantis bagi kami itu njemur pakaian bareng, atau diskusi ngalor ngidul, membahas A sampai Z. Cerita tentang masa kecilnya, dia yang dari kecil suka mancing, dia yang sedari kecil harus ngarit dan angon, dan manggul gabah. Kalau dulu aku nggak manggul gabah mungkin bisa lebih tinggi dari sekarang, selorohnya. Karena prihatinnya dari kecil itu, dia jadi sosok ayah yang akan menghadirkan apapun untuk anaknya.  16 Tahun bersama dia berkenan membantu pekerjaan yang menurut sebagian besar lagi - laki enggan melakukannya. Ketika dia dapati gelas kotor dia siga